BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di
setiap kawasan yang berbeda pastilah memiliki keadaan geomorfologi yang berbeda
pula. Ada kawasan yang datar, miring, curam, atau bahkan bergelombang.
Dengan mengadakan pengamatan dan membuat peta geomorfologi kawasan yang akan
kita bangun maka kita akan mendapatkan data-data mengenai kontur, beda
ketinggian atau profil lahan tersebut.
Keadaan geologi Indonesia
sangat kompleks. Lempeng tektonik di Indonesia melibatkan tiga lempeng besar
dan beberapa lempeng kecil. Tiga lempeng besar itu adalah Lempeng Benua
Eurasia, Samudera Hindia-Australia, dan Samudera Pasifik. Sementara yang kecil
adalah Lempeng Laut Filipina. Berbeda dengan Lempeng Eurasia di bagian
Utara-Barat yang cenderung relatif stabil, Hindia- Australia di bagian Selatan
bergerak ke arah utara di Indonesia. Sedangkan Lempeng Pasifik di bagian
utara-barat laut bergerak ke barat. Sistem tektonik di Indonesia menghasilkan
aneka sumber daya seperti sumber daya mineral, gugusan gunung api, sistem panas
bumi, dan lain-lain.
Secara umum, tektonik
Indonesia dapat dilihat dari empat busur hasil proses tektonik, yaitu Busur
Sunda yang mewakili bagian barat (Pulau Sumatra dan Jawa), Busur Banda (Pulau
Maluku), Busur Sulawesi Utara-Sangihe, dan Busur Halmahera (“Tectonics of the
Indonesian Region,” W. Hamilton, 1979). Dua busur terakhir adalah daerah
pertemuan Lempeng Eurasia, Hindia-Australia, dan Filipina. Kebanyakan
pulau-pulau di Indonesia menampilkan busur gunung api yang berhubungan dengan
zona penunjaman di laut.
Kecepatan pergerakan tu brukan
antara satu lempeng dengan lempeng lainnya di Busur Sunda rata-rata 60 mm/tahun
dan di Busur Banda 75- 104 mm/tahun. Tubrukan ini menyebabkan adanya proses
magmatik di banyak daerah dan membentuk sekitar 500 gunung api muda yang 129 di
antaranya merupakan gunung api aktif. Gunung api muda di Indonesia, yang
berusia Akhir Tersier atau Kuarter, kebanyakannya mengelompok sepanjang busur
gunung api di seluruh Indonesia, dan panjangnya sekitar 7.000 km.
Proses geologi regional dan struktur
lokalnya menyebabkan adanya gugusan gunung api muda di Indonesia yang banyak di
antaranya melepaskan panas bumi dan manifestasi lainnya, seperti Kerinci (Pulau
Sumatra), Kamojang (Jawa Barat), Dieng (Jawa Tengah), Mataloko (Pulau Flores),
Lahendong (Sulawesi Utara). Pulau Sumatra dan Jawa mewakili Busur Sunda,
sementara Pulau Ambon mewakili Busur Banda, dan Lahendong merepresentasikan
Busur Sulawesi Utara.
Berdasarkan hasil
kajian Badan Geologi, status tahun 2012, diketahui sebanyak 299 lokasi panas
bumi di Indonesia dengan total potensi energinya sebesar 28.835 MWe (Megawatt
electrical, atau 106 watt listrik). Meski sedikit sekali, kurang dari 5%, dari
seluruh potensi tersebut yang sudah dimanfaatkan menjadi energi listrik, namun
potensi panas bumi Indonesia adalah terbesar di dunia. Dari sini, timbul
masalah menarik mengenai pertautan antara tektonik Indonesia dan proses panas
bumi, dan cara mengelola serta mengembangkan potensi panas bumi di Indonesia.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah :
a.
Untuk mengetahui letak geografis pulau Madura
b. Untuk
mengetahui luas dan batas pulau Madura
c. Untuk
mengetahui kondisi iklim pulau Madura
d. Untuk
mengetahui jenis tanah pulau Madura
e. Untuk
mengetahui kondisi hidrologi pulau Madura
f. Untuk
mengetahui geomorfologi pulau Madura
g. Untuk
mengetahui fisiografi pulau Madura
h. Untuk
mengetahui kondisi geologi pulau Madura
i. Untuk
mengetahui stratigrafi pulau Madura
j. Untuk
mengetahui pengembangan potensi fisik pulau madura
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Letak Geografis dan Astronomis Pulau Madura
Secara astronomis Pulau Jawa dan
Madura Terletak di antara 113°48′10″ – 113°48′26″ BT dan 7°50′10″ –
7°56′41″ LS. Secara geologis wilayah Jawa dan Madura terdapat banayak
gunung berapi yang aktif dapat menyuburkan tanah, sering terjadi
gempa bumi, dan terdapat bukti-bukti tersier yang kaya akan barang tambang,
seperti minyak bumi, batu bara, dan bauksit. Puncak
tertinggi di bagian timur Madura adalah Gunung Gadu (341 m), Gunung Merangan
(398 m), dan Gunung Tembuku (471 m).
Pulau madura terletak disebelah
timur laut pulau jawa, tepatnya sebelah utara provinsi jawa timur. Kondisi
geografis pulau Madura dengan topografi yang relatif datar di bagian selatan
dan semakin kearah utara tidak terjadi perbedaan elevansi ketinggian yang
begitu mencolok. Selain itu juga merupakan dataran tinggi tanpa gunung berapi
dan tanah pertanian lahan kering. Komposisi tanah dan curah hujan yang tidak
sama dilereng-lereng yang tinggi letaknya justru terlalu banyak sedangkan di
lereng-lereng yang rendah malah kekurangan dengan demikian mengakibatkan Madura
kurang memiliki tanah yang subur.
Luas keseluruhan Pulau Madura
kurang lebih 5.168 km², atau kurang lebih 10 persen dari luas daratan Jawa
Timur. Adapun panjang daratan kepulauannya dari ujung barat di Kamal sampai
dengan ujung Timur di Kalianget sekitar 180 km dan lebarnya berkisar 40 km.
Pulau ini terbagi dalam empat wilayah kabupaten. Dengan Luas wilayah untuk
kabupaten Bangkalan 1.144,75 km² terbagi dalam 8 wilayah kecamatan, kabupaten
Sampang berluas wilayah 1.321,86 km², terbagi dalam 12 kecamatan, Kabupaten
Pamekasan memiliki luas wilayah 844,19 km², yang terbagi dalam 13 kecamatan,
dan kabupaten Sumenep mempunyai luas wilayah 1.857,530 km², terbagi dalam 27
kecamatan yang tersebar diwilayah daratan dan kepulauan.
Batas fisik pulau Madura yaitu :
· Batas sebelah utara: Laut Jawa
· Batas sebelah selatan: Selat Madura
· Batas sebelah timur: Laut Jawa
· Batas sebelah barat: Selat Madura.
2.2
Kondisi Iklim Pulau Madura
Pulau Madura mempunyai iklim tropis
yang dipengaruhi oleh angin monsun barat dan monsun timur. Dari bulan November
hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut membawa banyak uap air dan
hujan di kawasan Indonesia; dari Juni hingga Oktober angin bertiup dari Selatan
Tenggara kering, membawa sedikit uap air. Suhu udara di dataran rendah
Indonesia berkisar antara 23 derajat Celsius sampai 28 derajat Celsius
sepanjang tahun. 2 musim di Jawa dan Madura yaitu musim hujan dan musim
kemarau, pada beberapa tempat dikenal musim pancaroba, yaitu musim di antara
perubahan kedua musim tersebut.
2.3
Jenis tanah di Pulau Madura
2.4
Kondisi Hidrologi Pulau Madura
Wilayah pulau madura mempunyai iklim type Monsoon dengan
dua musim yaitu hujan yang berlangsung antara bulan Nopember – April dan
kemarau antara bulan Mei – Oktober. Kondisi topografi,di samping angin Monsoon
sangat mempengaruhi besarnya curah hujan, semakin tinggi letaknya di atas
permukaan laut semakin besar pula curah hujannya bila dibandingkan dengan
daerah dataran. Bagian tengah wilayah yang berupa perbukitan dan gunung, curah
hujannya jauh lebih besar daripada curah hujan di dataran yang merupakan
pantai, baik di bagian Utara maupun di bagian Selatan. Di daerah perbukitan
curah hujan bahkan >2000 mm/th; yang memberikan kontribusi yang besar
terhadap resapan air ke dalam tanah, sedangkan di daerah pantai curah hujan
berkisar antara 500 – 1000 mm/th.
Pulau Madura mempunyai jumlah curah hujan berkisar antara
1328 – 1571 mm/th. Bulan kering terjadi pada bulan agustus dan September dengan
kisaran 1 – 18 mm, sedangkan bulan basah pada bulan januari berkisar antara 215
– 240 mm. suhu udara di Pulau Madura termasuk tinggi berkisar antara 27°C -
30°C . Pulau Madura mengalami surplus air rata – rata hanya 5 bulan, sedangkan
7 bulan mengami defisit air, hal ini terlihat pada data evapotranspirasi yang
berkisar antara 1536 – 1565 mm/th. Sehingga melebihi curah hujan rata-rata
defisit airnya adalah 306 – 402 mm/th.
2.5
Fisiografi Pulau Madura
Sebagian besar wilayah Madura termasuk Lajur Rembang, merupakan
pegunungan yang terlipat dan membentuk antiklinorium yang memanjang dengan arah
barat - timur. Pada umumnya daerah ini termasuk perbukitan landai hingga
pegunungan berlereng terjal. Berdasarkan keadaan bentang alamnya daerah Madura
dikelompokkan menjadi tiga satuan morfologi, yakni : dataran rendah, perbukitan
dan kras.
1.
Morfologi dataran rendah, dengan ketinggian antara 0 - 50 m (dpl),
menempati daerah pesisir. Di pesisir selatan Madura, dataran rendah membentang
dari barat ke timur yaitu dari Pamekasan sampai ke Dungke. Di daerah Pamekasan
dan Sumenep daerah dataran rendah lebih luas daripada daerah lainnya dan
merupakan muara S. Trokom dan S. Anjak. Daerah ini di bentuk oleh endapan
sungai, pantai, rawa dan batugamping koral.
2.
Morfologi bergelombang, dengan ketinggian 0 - 200 m (dpl),
menempati bagian utara, tengah dan selatan, memanjang dengan arah barat -
timur, umumnya dibentuk oleh batuan sedimen yang terdiri dari batulempung
Formasi Tawun, batupasir Anggota Formasi Ngrayong dan batugamping.
3. Morfologi karst, dengan
ketinggian 120 - 440 m (dpl), dicirikan oleh perbukitan kasar, terjal, sungai
bawah permukaan, gua - gua, dolina, gawir dan kuesta, menempati bagian utara
dan selatan, memanjang barat - timur, umumnya dibentuk oleh batugamping pasiran
dan batugamping terumbu.
Pola aliran sungai pada umumnya
mendaun dan sebagian kecil sejajar, searah dengan arah jurus lapisan, sebagian
memotong arah jurus lapisan, lembahnya termasuk menjelang dewasa.
2.5.1 Stratigrafi
Daerah Madura dibentuk oleh batuan sedimen yang berumur Miosen
Awal hingga Pliosen dan batuan endapan permukaan yang terdiri dari endapan
aluvium.
Batuan tertua adalah Formasi
Tawun (Tmt), terdiri dari batulempung, napal dan batugamping orbitoid, berumur
Miosen Awal - Miosen Tengah, Formasi Ngrayong (Tmtn) menindih selaras Formasi
Tawun yang terdiri dari batupasir kuarsa berselingan dengan batugamping
orbitoid dan batulempung, berumur Miosen Tengah.
Formasi Ngrayong tertindih
selaras oleh Formasi Bulu (Tmb) yang terdiri dari batugamping pelat dengan
sisipan napal pasiran, berumur Miosen Tengah bagian atas.
Formasi Pasean (Tmp) menindih
selaras Formasi Bulu, terdiri dari perselingan napal pasiran dan batugamping
lempungan, berumur Miosen Akhir.
Formasi Madura (Tpm) menindih
tak selaras Formasi Pasean, terdiri dari batugamping terumbu dan batugamping
dolomitan, berumur Pliosen. Formasi ini tertindih tak selaras oleh Formasi
Pamekasan (Qpp) yang terdiri dari konglomerat, batupasir dan lempung, berumur
Plistosen. Endapan paling muda adalah aluvium terdiri dari pasir kuarsa,
lempung, lumpur, kerikil dan kerakal, berumur Holosen.
2.5.2 Struktur
Struktur di daerah Madura adalah lipatan dan sesar. Struktur
antiklin dan sinklin berarah barat - timur, jurus sesar umumnya berarah
baratdaya - timurlaut dan baratlaut - tenggara. Antiklin umumnya berkembang
pada Formasi Ngrayong, Bulu dan Formasi Pasean. Sinklin pada umumnya berkembang
pada Formasi Ngrayong.Sesar yang terdapat di daerah ini adalah sesar naik,
sesar geser dan sesar normal, jurus sesar naik berarah barat - timur, jurus
sesar geser dan sesar normal berarah baratdaya - timur laut dan baratlut -
tenggara. Kelurusan pada umumnya searah dengan jurus sesar geseran sesar normal
2.6
Geomorfologi
Pulau Madura
Pulau Jawa memiliki deretan
perbukitan kapur yang sangat panjang terutama didaerh rembang jawa tengah.
Pulau Madura adalah merupakan perluasan ke timur dari bukit Rembang. Pulau ini
terpisah dari Jawa mungkin terjadi pada tahun 80 SM ( menurut Statterhein).
Selat Madura dimanapun dalamnya tidak lebih dari 100 m merupakan lanjutan dari
pegunungan Kendeng yang ujung timurnya tenggelam di dataran delta Brantas.
Pantai utaranya yang sempit menunjukan endapan pluvio-pleistosin yang terlipat
serta tertutup oleh vulkan-vulkan kecil. Jalur pantai ini merupakan lanjutan
dari tepi selatan anti klinorium Kendeng. Sub zone Blitar membujur kearah
timur. Tanah rendah Lumajang Jember mencapai pantai selatan dimana disitu tidak
terdapat pegunungan selatan seperti halnya tanah rendah Ronggo Jampi mencapai
pantai selatan di Grojogan.
Secara fisiografi pada daerah
ini termasuk bagian timur Perbukitan Kendeng, bagian tengah Perbukitan Rembang-Madura,
pendataran alluvium Jawa sebelah utara, pendataran tengah Jawa Timur dan bagian
timur lekuk Randublatung. Bagian timur Perbukitan Kendeng yang ada di Lembar
ini tertutup alluvium. Yang berbeda dengan itu adalah Perbukitan Rembang-Madura
yang menerus sampai Pulau Madura. Tiga satuan morfologi yang dapat dibedakan
pada daerah ini, yaitu pedataran rendah, perbukitan menggelombang, dan
perbukitan kras.
Sungai pada Lembar ini banyak
dikendalikan oleh struktur, terutama lipatan dan sesar. Di bagian selatan
Lembar, pada umumnya pola penyaliran berkembang secara kongkor dan K. Brantas
akibat muatan dibawahnya berupa batuan letusan gunungapi akhirnya terdesak
hingga ke pegunungan Kendeng. Hilirnya yang disebut K. Di Madura ini terjadi
pembalikan topografi, puncak antiklin telah terkikis habis dan kini lebih
rendah daripada sayapnya. Sebagai akibatnya, pola penyaliran yang semula
konsekuen kemudian menjadi obsekuen. Sejumlah sungai kecil-kecil yang umumnya
mengalir ke utara yang tetap konsekuen terkendalikan oleh sesar turun. Di
daerah yang dialasi batugamping, yaitu di bagian tengah dan selatan berkembang
penyaliran bawah tanah. Di bagian lain terdapat pola penyaliran dendrit
2.7
Geologi
Pulau Madura
Pada
masa sekarang (Neogen – Resen), pola tektonik yang berkembang di Pulau Jawa dan
sekitarnya, khususnya Cekungan Jawa Timur bagian Utara merupakan zona
penunjaman (convergent zone), antara lempeng Eurasia dengan lempeng
Hindia – Australia (Hamilton, 1979, Katili dan Reinemund, 1984, Pulonggono,
1994).
Evolusi
tektonik di Jawa Timur bisa diikuti mulai dari Jaman Akhir Kapur (85 – 65 juta
tahun yang lalu) sampai sekarang (Pulonggono, 1990). Secara ringkasnya, pada
cekungan Jawa Timur mengalami dua periode waktu yang menyebabkan arah relatif
jalur magmatik atau pola tektoniknya berubah, yaitu pada jaman Paleogen (Eosen
– Oligosen), yang berorientasi Timur Laut – Barat Daya (searah dengan pola
Meratus). Pola ini menyebabkan Cekungan Jawa Timur bagian Utara, yang merupakan
cekungan belakang busur, mengalami rejim tektonik regangan yang diindikasikan
oleh litologi batuan dasar berumur Pra – Tersier menunjukkan pola akresi
berarah Timur Laut – Barat Daya, yang ditunjukkan oleh orientasi sesar – sesar
di batuan dasar, horst atau sesar – sesar anjak dangraben atau
sesar tangga. Dan pada jaman Neogen (Miosen – Pliosen) berubah menjadi relatif
Timur – Barat (searah dengan memanjangnya Pulau Jawa), yang merupakan rejim
tektonik kompresi, sehingga menghasilkan struktur geologi lipatan, sesar –
sesar anjak dan menyebabkan cekungan Jawa Timur Utara terangkat (Orogonesa Plio
– Pleistosen) (Pulonggono, 1994). Khusus di Cekungan Jawa Timur bagian Utara,
data yang mendukung kedua pola tektonik bisa dilihat dari data seismik dan dari
data struktur yang tersingkap.
Menurut
Van Bemmelen (1949), Cekungan Jawa Timur bagian Utara (North East Java Basin)
yaitu Zona Kendeng, Zona Rembang – Madura, Zona Paparan Laut Jawa (Stable
Platform) dan Zona Depresi Randublatung.
Keadaan
struktur perlipatan pada Cekungan Jawa Timur bagian Utara pada umumnya berarah
Barat – Timur, sedangkan struktur patahannya umumnya berarah Timur Laut – Barat
Daya dan ada beberapa sesar naik berarah Timur – Barat.
Zona
pegunungan Rembang – Madura (Northern Java Hinge Belt) dapat dibedakan
menjadi 2 bagian yaitu bagian Utara (Northern Rembang Anticlinorium) dan
bagian Selatan (Middle Rembang Anticlinorium).
Bagian
Utara pernah mengalami pengangkatan yang lebih kuat dibandingkan dengan di
bagian selatan sehingga terjadi erosi sampai Formasi Tawun, bahkan kadang – kadang
sampai Kujung Bawah. Di bagian selatan dari daerah ini terletak antara lain
struktur – struktur Banyubang, Mojokerep dan Ngrayong.
Bagian
Selatan (Middle Rembang Anticlinorium) ditandai oleh dua jalur positif
yang jelas berdekatan dengan Cepu. Di jalur positif sebelah Utara terdapat
lapangan – lapangan minyak yang penting di Jawa Timur, yaitu lapangan :
Kawengan, Ledok, Nglobo Semanggi, dan termasuk juga antiklin – antiklin
Ngronggah, Banyuasin, Metes, Kedewaan dan Tambakromo. Di dalam jalur positif sebelah
selatan terdapat antiklinal-antiklinal / struktur-struktur Gabus, Trembes,
Kluweh, Kedinding – Mundu, Balun, Tobo, Ngasem – Dander, dan Ngimbang
High.
Sepanjang
jalur Zona Rembang membentuk struktur perlipatan yang dapat dibedakan menjadi 2
bagian, yaitu :
1.
Bagian Timur, dimana arah umum poros antiklin
membujur dari Barat Laut – Timur Tenggara.
2.
Bagian Barat, yang masing – masing porosnya
mempunyai arah Barat – timur dan secara umum antiklin-antiklin tersebut
menunjam baik ke arah barat ataupun ke arah timur.
Gambar Kerangka tektonik
Cekungan Jawa Timur bagian Utara (Katili dan Reinemund, 1984).
Pemisahan
yang sesungguhnya antara Jawa dan Madura adalah karena tektonik, dan bukan
terjadi pada abad 3 Masehi, tetapi jutaan tahun sebelumnya. Analisis geologi
menunjukkan itu, dan pernah saya publikasikan dan presentasikan di pertemuan
ilmiah para geologists tahun 2004 (Satyana et al., 2004, Rembang-Madura-Kangean-Sakala
(RMKS) Fault Zone, East Java Basin: The Origin and Nature of a Geologic Border,
Proceedings PIT IAGI XXXIII).
Secara
geologi, perbukitan gamping di Rembang dan area sebelah utara Surabaya (ada
gamping Kujung dan Paciran) masih menerus ke Pulau Madura, terutama sebelah
utaranya. Maka, Madura sebenarnya masih bagian jalur geologi sebelah utara Jawa
Timur.
Dari
Rembang di barat sampai area Sakala di sebelah timur Kangean merupakan jalur
sesar mendatar besar yang bergerak sisi kirinya (sinistral) terkenal dengan
nama RMKS (Rembang-Madura-Kangean-Sakala) Fault Zone. Sesar yang terjadi
sesudah Miosen Tengah ini juga merupakan jalur deformasi inversi yang kuat
dengan ditandai betapa banyaknya deformasi kompleks khas sesar mendatar sepanjang
jalur itu. Panjang jalur sesar ini 675 km dan lebarnya 15-40 km, sebuah zona
sesar yang besar di Indonesia.
Pulau
Madura adalah pulau yang menderita pengangkatan paling kuat dari RMKS Fault
Zone tersebut. Dengan cara terangkat paling tinggi melebihi jalur sebelah barat
(Rembang-Pangkah/Tuban) dan sebelah timur (Kangean-Sakala) maka Pulau Madura
muncul dari laut dan menjadi pulau.
Dari
Jalur Rembang-Sakala itu, sebenarnya Pulau Madura yang muncul pertama, yang
lainnya masih laut dangkal, baru kemudian menyusul area Rembang-Pangkah/Tuban
muncul dan area Kangean-Sakala. Maka, Pulau Madura sebenarnya tak pernah
memisahkan diri dari Jawa dalam gambaran retak lalu hanyut, ia memisahkan diri
dari jalur Jawa karena terangkat lebih dulu dibandingkan yang lain.
Mengapa
Pulau Madura terangkat paling kuat. Sebab, selain karena deformasi inversi, ia
juga naik melebihi yang lain oleh gaya isostasi (gaya keseimbangan berdasarkan
gravitasi) untuk mengimbangi area laut Selat Madura di sebelah selatannya yang
merosot dengan cepat sebab merupakan bagian paling tenggelam dari Kendeng Deep.
Kendeng Deep adalah depresi (daerah dalam) paling dalam di Pulau Jawa yang
menerus ke Selat Madura sampai di utara Pulau Lombok.
Barang
siapa geologist yang pernah bekerja di area Selat Madura tentu tahu bahwa
batugamping Kujung di sini baru ditemukan di kedalaman sesudah 4000 meter,
sementara di utara Pulau Madura batuan yang sama justru tersingkap. Itu
merupakan suatu ekstremitas beda tinggi dalam geologi pada jarak yang tak
terlalu jauh.
2.8 Pengembangan
Potensi Fisik Pulau Madura
Pulau madura
merupakan pulau yang menyimpan banyak potensi wisata. Potensi wisata yang
terdapat di pulau madura meliputi potensi wisata alam, budaya dan potensi
wisata sejarah yang tersebar di empat kabupaten di pulau madura, kabupaten
tersebut meliputi Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan.
Dengan konsep pengembangan objek wisata yang baik objek-objek wisata tersebut
dapat menjadi penarik bagi wisatawan lokal maupun asing untuk berkunjung ke
Pulau Madura.
Objek wisata alam
utama di Pulau Madura adalah keindahan panorama pantai yang potensial untuk
dikembangkan menjadi kawasan objek wisata. Pantai-pantai potensial antara lain
Pantai Siring Kemuning di Kab. Bangkalan, Pantai Camplong, Pantai Nipah, di
Kab. Sampang, Pantai Talangsiring, dan Jumiang di Kab. Pamekasan, serta Pantai
Slopeng dan Lombang di Kab. Sumenep. Selain objek wisata alam yang berupa
keindahan pantai di Pulau Madura juga terdapat objek-objek wisata alam lain
yang potensial untuk dijadikan sebagai kawasan wisata, objek tersebut antara
lain Api Abadi yang terletak di Kabupaten Pamekasan serta beberapa gua di
Kabupaten Sumenep yang memliki nilai sejarah.
Selain objek
wisata alam Pulau Madura kaya akan objek wisata sejarah dan budaya. Di
antaranya, atraksi kerapan sapi dan sapi sonok yang terdapat di seluruh
Kabupaten di Pulau Madura. Atraksi yang telah menjadi ciri khas Madura ini bisa
disaksikan antara Agustus-Oktober setiap tahunnya. Atraksi lainnya, tari topeng
dalang, serta tari pecut di Sumenep. Sedangkan objek wisata sejarah di
antaranya makam Aer Mata Ebu di Bangkalan, makam Ratu Ebu di Madegan Sampang,
serta makam Asta Tinggi di Sumenep. Namun objek-objek wisata ini perlu konsep
pengembangan yang lebih baik dan aksesibilitas yang baik pula, agar lebih
menarik dan diminati oleh wisatawan lokal maupun asing.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Secara astronomis Pulau Jawa dan Madura
Terletak di antara 113°48′10″ – 113°48′26″ BT dan 7°50′10″ – 7°56′41″ LS.
Secara geologis wilayah Jawa dan Madura terdapat banayak gunung berapi
yang aktif dapat menyuburkan tanah, sering terjadi gempa bumi, dan
terdapat bukti-bukti tersier yang kaya akan barang tambang, seperti minyak
bumi, batu bara, dan bauksit. Puncak
tertinggi di bagian timur Madura adalah Gunung Gadu (341 m), Gunung Merangan
(398 m), dan Gunung Tembuku (471 m).
Luas keseluruhan Pulau Madura kurang lebih 5.168
km², atau kurang lebih 10 persen dari luas daratan Jawa Timur. Adapun panjang
daratan kepulauannya dari ujung barat di Kamal sampai dengan ujung Timur di
Kalianget sekitar 180 km dan lebarnya berkisar 40 km. Pulau ini terbagi dalam
empat wilayah kabupaten. Dengan Luas wilayah untuk kabupaten Bangkalan 1.144,75
km² terbagi dalam 8 wilayah kecamatan, kabupaten Sampang berluas wilayah
1.321,86 km², terbagi dalam 12 kecamatan, Kabupaten Pamekasan memiliki luas
wilayah 844,19 km², yang terbagi dalam 13 kecamatan, dan kabupaten Sumenep
mempunyai luas wilayah 1.857,530 km², terbagi dalam 27 kecamatan yang tersebar
diwilayah daratan dan kepulauan.
Batas
fisik pulau Madura yaitu :
· Batas sebelah utara: Laut Jawa
· Batas sebelah selatan: Selat Madura
· Batas sebelah timur: Laut Jawa
· Batas sebelah barat: Selat Madura.
Pulau Madura mempunyai iklim tropik
basah yang dipengaruhi oleh angin monsun barat dan monsun timur. Dari bulan
November hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut membawa banyak
uap air dan hujan di kawasan Indonesia; dari Juni hingga Oktober angin bertiup
dari Selatan Tenggara kering, membawa sedikit uap air.
Pulau Madura mempunyai jumlah curah hujan berkisar
antara 1328 – 1571 mm/th. Bulan kering terjadi pada bulan agustus dan September
dengan kisaran 1 – 18 mm, sedangkan bulan basah pada bulan januari berkisar
antara 215 – 240 mm. suhu udara di Pulau Madura termasuk tinggi berkisar antara
27°C - 30°C .
Sebagian besar wilayah Madura termasuk Lajur Rembang, merupakan
pegunungan yang terlipat dan membentuk antiklinorium yang memanjang dengan arah
barat - timur. Pada umumnya daerah ini termasuk perbukitan landai hingga
pegunungan berlereng terjal. Berdasarkan keadaan bentang alamnya daerah Madura
dikelompokkan menjadi tiga satuan morfologi, yakni : dataran rendah, perbukitan
dan karst.
. Pulau Madura adalah merupakan
perluasan ke timur dari bukit Rembang. Pulau ini terpisah dari Jawa mungkin
terjadi pada tahun 80 SM ( menurut Statterhein). Selat Madura dimanapun
dalamnya tidak lebih dari 100 m merupakan lanjutan dari pegunungan Kendeng yang
ujung timurnya tenggelam di dataran delta Brantas. Pantai utaranya yang sempit
menunjukan endapan pluvio-pleistosin yang terlipat serta tertutup oleh
vulkan-vulkan kecil. Jalur pantai ini merupakan lanjutan dari tepi selatan anti
klinorium Kendeng. Sub zone Blitar membujur kearah timur. Tanah rendah Lumajang
Jember mencapai pantai selatan dimana disitu tidak terdapat pegunungan selatan
seperti halnya tanah rendah Ronggo Jampi mencapai pantai selatan di Grojogan.
Pulau Madura adalah pulau yang
menderita pengangkatan paling kuat dari RMKS Fault Zone tersebut. Dengan cara
terangkat paling tinggi melebihi jalur sebelah barat (Rembang-Pangkah/Tuban)
dan sebelah timur (Kangean-Sakala) maka Pulau Madura muncul dari laut dan
menjadi pulau.
Dari Jalur Rembang-Sakala itu, sebenarnya
Pulau Madura yang muncul pertama, yang lainnya masih laut dangkal, baru
kemudian menyusul area Rembang-Pangkah/Tuban muncul dan area Kangean-Sakala.
Maka, Pulau Madura sebenarnya tak pernah memisahkan diri dari Jawa dalam
gambaran retak lalu hanyut, ia memisahkan diri dari jalur Jawa karena terangkat
lebih dulu dibandingkan yang lain.
Pulau madura merupakan pulau yang menyimpan banyak potensi wisata.
Potensi wisata yang terdapat di pulau madura meliputi potensi wisata alam,
budaya dan potensi wisata sejarah yang tersebar di empat kabupaten di pulau
madura, kabupaten tersebut meliputi Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang,
Kabupaten Pamekasan. Dengan konsep pengembangan objek wisata yang baik
objek-objek wisata tersebut dapat menjadi penarik bagi wisatawan lokal maupun
asing untuk berkunjung ke Pulau Madura
DAFTAR PUSTAKA
http://bangkalanmemory.blogspot.co.id/2014/09/asal-pulau-madura-was-re-jenis-gempa.html
http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Layanan_Publik/#
http://geografimahasiswa.blogspot.co.id/2015/04/geomorfologi-jawa-timur.html
http://ips-abi.blogspot.co.id/2012/10/persebaran-jenis-tanah-dan.html
0 komentar:
Posting Komentar